Dalam novel ini terdapat nilai-nilai moral, dan
nilai-nilai religius. Misalnya, Habiburrahman El Shirazy sebagai seorang
pengarang ingin mengajak umat Muslim pada kebenaran dengan bahasa yang mudah
diterima. Aspirasi tersebut diekspresikan dalam novel Ayat-ayat Cinta melalui
tema cinta. Penulis novel ini menyampaikan pesan keharmonisan hidup
sebagai umat manusia yang beradab di muka bumi dengan peristiwa ketika Maria,
seorang gadis beragama kristen koptik yang bertetangga baik dengan Fahri dan
teman-temannya menempuh studi di Mesir.
“… Maria berbuat begitu atas nama keluarganya atas
petunjuk ayahnya yang baik hati itu. Dan karena kepala keluarga di rumah ini
adalah aku, maka tiap kali memberi makanan dan minuman atau menyampaikan
sesuatu atas nama keluarganya dan aku dianggap representasi kalian semua. Jadi ini bukan hanya interaksi dua person
saja, tapi dua keluarga. Bahkan lebih besar dari itu, dua bangsa dan dua
penganut keyakinan yang berbeda. …” (Sirazy:2004, 37)
Selain itu Habiburrahman El Shirazy juga mengajak
kepada pembaca untuk saling menghormati kepada tamu-tamu asing yang berkunjung
kesuatu Negara. Hal ini dapat di lihat ketika tokoh Fahri sedang menasehati
penduduk mesir di sebuah metro untuk tetap menghormati tamu asing, sebagaimana
ajaran rasulullah walau orang asing itu merupakan orang kafir sekalipun. Hal
ini terlihat dalam kutipan sebagai berikut.
“… Ahlu dzimmah adalah semua orang non
muslim yang berada di dalam negara kaum muslimin secara baik-baik, tidak
illegal dengan membayar jizyah dan mentaati peraturan yang ada di dalam
negara itu. Hak mereka sama dengan hak kaum muslimin. Darah dan kehormatan dan
kehormatan mereka sama dengan darah dan kehormatan kaum muslimin. Mereka harus
dijaga dan dilindungi. Tidak boleh disakiti sedikit pun. Dan kalian pasti tahu,
tiga turis Amerika itu masuk ke Mesir secara resmi. Mereka membayar visa. Kalau
tidak percaya silakan lihat saja paspornya. Maka mereka hukumnya sama dengan ahlu
dzimmah. Darah dan kehormatan mereka harus kita lindungi. Itu yang diaajrkan
Rasulullah Saw. …” (Shirazy, 2004: 50)
Dalam memandang kehidupan, dibutuhkan optimisme dan perencanaan yang
matang. Seperti yang
dituliskan oleh penulis seperti berikut.
“…Peta masa depan itu saya buat terus terang saja.
Berangkat dari semangat spiritual ayat suci Al Quran yang saya yakini. Dalam
Ar-Ra’ad ayat sebelas Allah berfirman, Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah
keadaan suatu kaum kecuali kaum itu sendiri yang mengubah nasibnya. Jadi nasib
saya, masa depan saya, mau jadi apa saya, sayalah yang menentukan. Sukses atau
gagalnya saya, sayalah yang menciptakan. Saya sendirilah yang mengarsiteki apa
yang akan saya raih dalam hidup ini.” (Sirazy:2004, 144)
Dari pemaparan di atas, terdapat hubungan antara
latar belakang sosial pengarang dengan karyanya.Pengarang sebagai alumni Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir memposisikan dirinya sebagai dai. Tapi dengan novel Ayat-ayat Cinta pengarang
berhasil menjadi novelis. Selama meramu novel Ayat-ayat Cinta
dengan menonjolnya certia percintaan dengan segala pernak-perniknya pengarang
berhasil menjadi penyair.
Sumber :
http://sastra-muslim.blogspot.com/2014/03/memahami-novel-ayat-ayat-cinta-karya.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar