Selasa, 14 April 2015

latar belakang sosial dalam novel ayat-ayat cinta

Dalam novel ini terdapat nilai-nilai moral, dan nilai-nilai religius. Misalnya, Habiburrahman El Shirazy sebagai seorang pengarang ingin mengajak umat Muslim pada kebenaran dengan bahasa yang mudah diterima. Aspirasi tersebut diekspresikan dalam novel Ayat-ayat Cinta melalui tema cinta.  Penulis novel ini menyampaikan pesan keharmonisan hidup sebagai umat manusia yang beradab di muka bumi dengan peristiwa ketika Maria, seorang gadis beragama kristen koptik yang bertetangga baik dengan Fahri dan teman-temannya menempuh studi di Mesir.
“… Maria berbuat begitu atas nama keluarganya atas petunjuk ayahnya yang baik hati itu. Dan karena kepala keluarga di rumah ini adalah aku, maka tiap kali memberi makanan dan minuman atau menyampaikan sesuatu atas nama keluarganya dan aku dianggap representasi kalian semua. Jadi ini bukan hanya interaksi dua person saja, tapi dua keluarga. Bahkan lebih besar dari itu, dua bangsa dan dua penganut keyakinan yang berbeda. …” (Sirazy:2004, 37)
Selain itu Habiburrahman El Shirazy juga mengajak kepada pembaca untuk saling menghormati kepada tamu-tamu asing yang berkunjung kesuatu Negara. Hal ini dapat di lihat ketika tokoh Fahri sedang menasehati penduduk mesir di sebuah metro untuk tetap menghormati tamu asing, sebagaimana ajaran rasulullah walau orang asing itu merupakan orang kafir sekalipun. Hal ini terlihat dalam kutipan sebagai berikut.
“… Ahlu dzimmah adalah semua orang non muslim yang berada di dalam negara kaum muslimin secara baik-baik, tidak illegal dengan membayar jizyah dan mentaati peraturan yang ada di dalam negara itu. Hak mereka sama dengan hak kaum muslimin. Darah dan kehormatan dan kehormatan mereka sama dengan darah dan kehormatan kaum muslimin. Mereka harus dijaga dan dilindungi. Tidak boleh disakiti sedikit pun. Dan kalian pasti tahu, tiga turis Amerika itu masuk ke Mesir secara resmi. Mereka membayar visa. Kalau tidak percaya silakan lihat saja paspornya. Maka mereka hukumnya sama dengan ahlu dzimmah. Darah dan kehormatan mereka harus kita lindungi. Itu yang diaajrkan Rasulullah Saw. …” (Shirazy, 2004: 50)
Dalam memandang kehidupan, dibutuhkan optimisme dan perencanaan yang matang. Seperti yang dituliskan oleh penulis seperti berikut.
“…Peta masa depan itu saya buat terus terang saja. Berangkat dari semangat spiritual ayat suci Al Quran yang saya yakini. Dalam Ar-Ra’ad ayat sebelas Allah berfirman, Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum kecuali kaum itu sendiri yang mengubah nasibnya. Jadi nasib saya, masa depan saya, mau jadi apa saya, sayalah yang menentukan. Sukses atau gagalnya saya, sayalah yang menciptakan. Saya sendirilah yang mengarsiteki apa yang akan saya raih dalam hidup ini.” (Sirazy:2004, 144)
Dari pemaparan di atas, terdapat hubungan antara latar belakang sosial pengarang dengan karyanya.Pengarang sebagai alumni Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir memposisikan dirinya sebagai dai. Tapi dengan novel Ayat-ayat Cinta pengarang berhasil menjadi novelis. Selama meramu  novel  Ayat-ayat Cinta dengan menonjolnya certia percintaan dengan segala pernak-perniknya pengarang berhasil menjadi penyair.
 
 
Sumber :
http://sastra-muslim.blogspot.com/2014/03/memahami-novel-ayat-ayat-cinta-karya.html
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar